Bulan suci Ramadan akan segera tiba beberapa hari ke depan, akan tetapi para muslim di daerah ini masih bingung dengan tata cara puasa mereka. Bukan tanpa alasan, pasalnya di kawasan ini memiliki sinar matahari selama 24 jam sehari.
Hal ini terjadi di kawasan Arktik. Arktik sendiri adalah sebuah wilayah di sekitar Kutub Utara Bumi, yang meliputi Rusia, Alaska, Kanada, Greenland, Islandia, Lapland, dan Norwegia (termasuk Svalbard), dan juga Samudra Arktik.
Asosiasi Islam Swedia, sementara ini sedang sibuk membuat panduan bagi umat muslim di kawasan tersebut, guna menghindari kebingungan mengenai periode puasa tersebut.
Quote:
"Kami punya dua pertanyaan yang sulit, kapan kami bisa berbuka dan
kapan kami harus mulai berpuasa" kata Mohammed Kharraki, juru bicara
asosiasi Islam di negara itu, seperti dikutip brilio.net, Senin (15/6)
dari IBT Times. Para tokoh agama setempat, hingga saat ini sedang berusaha mencoba untuk merekomendasikan pendekatan baru, mengenai solusi pedoman berpuasa, yang memungkinkan untuk umat Islam di kota-kota bagian Arktik ini. "Jika seharusnya mulai berpuasa sebelum matahari terbit, saat fajar. Tetapi tidak ada fajar yang nyata pada bulan-bulan musim panas di Stockholm, Ibu Kota Swedia " tambah Kharraki. |
Dan gambar gif ini dan video diatas dari Fairbanks, Alaska
Bagi Muslim, tentu bertanya-tanya bagaimana waktu shalat dan Puasa di daerah-daerah seperti ini? Ya, itu diperlukan fatwa dan kesepakatan para Ulama. KESEPAKATAN, sebuah kata yang jarang terdengar belakangan ini ...
Adapun bagi yang bermukim di daerah yang matahari tetap terus ada di musim panas atau tidak terbit di musim dingin, atau waktu siang berlangsung terus hingga enam bulan, begitu pula waktu malamnya terus berlangsung selama enam bulan misalnya, maka wajib baginya melaksanakan shalat lima waktu setiap 24 jam. Nantinya diperkirakan batasan waktu masing-masing dengan berpatokan pada negeri yang dekat dengan negerinya di mana negeri yang dekat tersebut telah terbedakan waktu shalat lima waktu satu dan lainnya.
BalasHapusDi antara dalilnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan pada para sahabatnya mengenai Dajjal. Lalu mereka bertanya pada beliau, berapa lama Dajjal berada di muka bumi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Empatpuluh hari. Satu harinya terasa setahun, satu harinya lagi terasa sebulan, satu harinya lagi terasa satu Jum’at dan hari-hari lainnya seperti hari-hari kalian.” Mereka bertanya, “Apakah untuk satu hari yang terasa setahun cukup bagi kami shalat sehari?” Beliau menjawab, “Tidak, kalian harus memperkirakan waktu-waktu shalat tersebut.” (HR. Muslim no. 2937). Hadits ini menunjukkan bahwa satu hari yang terasa setahan tidaklah dianggap cukup shalat satu hari, namun tetap diwajibkan shalat lima waktu setiap 24 jam dan diperintahkan bagi mereka untuk memperkirakan waktu shalat seperti waktu biasa yang mereka jalani di negeri mereka.
Jadi, wajib bagi kaum muslimin yang berada di negeri yang waktu siangnya seperti disebutkan di atas untuk menetapkan waktu shalat dengan berpatokan pada negeri yang lebih dekat dengan negeri mereka yang memiliki waktu malam dan waktu siang bisa terbedakan dalam waktu 24 jam.
Begitu pula dalam hal puasa, wajib bagi mereka berpuasa Ramadhan dengan memperkirakan waktu mulainya puasa dan berakhirnya puasa, juga waktu menahan diri untuk berpuasa dan berbuka setiap harinya dengan memperhatikan terbit fajar dan tenggelamnya matahari pada negeri yang dekat dengan negeri mereka yang waktu malam dan siangnya bisa terbedakan dan total waktu siang dan malamnya adalah 24 jam. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits tentang Dajjal tadi, tidak ada beda antara puasa dan shalat dalam hal ini. [Lihat Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 6: 130-136. Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku wakil ketua dan Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan selaku anggota].